Masih Banyak Koperasi Berkedok Investasi, Ini Solusinya

Dec 19, 2022 08:53 · 2 tahun lalu
 230
Masih Banyak Koperasi Berkedok Investasi, Ini Solusinya
seminar dengan tema “Kebangkitan Koperasi Indonesia : Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045."

INFOBAIK.ID I BANDUNG,- Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menyoroti banyaknya tata kelola koperasi yang tidak sesuai dengan semangat koperasi, karena dalam prakteknya banyak yang disalahgunakan dengan berkedok investasi, pengumpulan dana dan sebagainya. Masalah lain adanya gugatan pailit yang terjadi sehingga kondisi koperasi seperti terpinggirkan. 

"Dua hal ini yang harus dicari solusinya,"tegas Bamsoet  saat menjadi keynote speaker secara daring dalam seminar dengan tema “Kebangkitan Koperasi Indonesia : Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045.", Jumat (16/12/2022)

Seminar menghadirkan pembicara, dari berbagai kalangan  ahli dan pakar. Selain Keynote Speaker, Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI, Ahmad Zabadi, Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UMKM, Rizal Ramli, pakar ekonomi, Prof. Dr. Susi Dwi Harijanti, SH,MH, Dr. Indra Prawira, Dr. Dewi Tenty, SH,Mkn, Prof Dr. Isis Ikhwansyah, Imran Nating SH, MH, Ir Deddy Irja Pratama, Dr Defian  Cori, Drs, Kusmana Hartadi, Untung Tri Basuki dan H. Aun Gunawan SE.

Seminar memotret persoalan koperasi secara komprehensif, dari mulai regulasi, pengawasan, praktek koperasi dan testimoni para pelaku koperasi yang sudah berhasil mengembangkan bisnis dengan skala besar. 

Seminar yang diinisiasi oleh Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) bekerja sama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Lembaga Bantuan Hukum Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA), Club Discussion Notaris Kelompencapir dan Kelompok Studi Hukum FH Unpad ini juga dihadiri juga oleh para pemerhati koperasi, kalangan akademisi, serta para undangan. Seminar di selenggarakan di Kampus Universitas Padjajaran, Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, 

Berkenaan dengan kondisi koperasi di Indonesia, Bamsoet juga melihat masih adanya persepsi bahwa koperasi adalah entitas ekonomi yang kuno dan ketinggalan jaman, namun ia menampik bahwa persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar karena eksistensi koperasi justru berkembang di negara kapitalis, 

“Dari data diketahui 100 koperasi terbaik di dunia ada di Amerika Serikat, yang merupakan pusat kapitalisme dunia,”katanya

Meski demikian, Bamsoet optimis jika koperasi dikelola dengan benar dan pemerintah memberikan dukungan.

"Koperasi di Indonesia bisa bangkit kembali dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional,"ungkapnya

Adapun, Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM, Ahmad Zabadi mengatakan di tengah permasalahan yang terjadi, koperasi di Indonesia terus berkembang. 

Jumlah total koperasi saat ini 127.846 unit dengan jumlah anggota mencapai 27.100.372 orang. Zabadi tidak menampik jika muncul berbagai permasalahan terkait Koperasi Simpan Pinjam yang digugat pailit oleh anggotanya serta praktek yang tidak benar. “Kami saat ini sudah membentuk satgas untuk membantu dan menangani koperasi yang bermasalah,” imbuhnya 

Hal lain yang sedang dilakukan adalah melakukan revisi UU Perkoperasian, untuk membentuk ekosistem perkoperasian di Indonesia. Revisi UU Perkoperasian tak lepas dari adanyaOmnibus Law UU Pengembangan, Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang hampir mendegradasi perankementerian koperasi dan UMKM dalam hal pengawasan koperasi. 

“Koperasi di Indonesia harus diawasi oleh lembaga yang memiliki otoritas, seperti halnya sektor keuangan dan perbankan yang diawasi oleh OJK, dan simpanan uangnya dijamin oleh LPS, ekosistemnya berlapis-lapis, nah inilah yang ingin kita kembangkan di perkoperasian,” jelasnya. 

Otoritas Jasa Keuangan  dan Kementerian Koperasi saat ini berbagi peran, KSP yang memiliki modal mayoritas dari luar anggota dan melayani simpan pinjam di luar anggota di awasi oleh OJK, sedangkan KSP yang hanya melayani anggota pengawasan ada di Kementerian Koperasi dan UMKM. Pihaknya juga mendorong agar koperasi yang berkembang, adalah koperasi yang bergerak di sektor produksi, sektor riilbukan hanya koperasi simpan pinjam. 

Dalam seminar tersebut, pakar ekonomi, Rizal Ramli mengingatkan bahwa permasalahan koperasi saat ini bukan semata-mata soal aturan. Ia memberikan saran agar Kementerian Koperasi dan UMKM, meminta koperasi-koperasi memperbaiki manajemen, salah satunya adalah dengan menerbitkan laporan keuangan secara terbuka dan periodik. Selain itu juga harus ada preferensi dalam membuat kebijakan, kementerian Koperasi dan UMKM harus menetapkan target secara terukur mengenai perkembangan koperasi. 

“Alokasi kredit untuk pelaku bisnis UMKM harus ditingkatkan, dari 14 persen menjadi 35 persen dan yang terakhir adalah koperasi harus melakukan transformasi melakukan digitalisasi,” ungkapnya 

Sedangkan, Pakar Ekonomi, Prof Susi Dwi Harijanti SH, MH, menyebut, bahwa metode omnibus dalam menyusun UU sering kurang tepat, karena masing-masing UU ada yang memiliki relevansidan tidak. Ia mempertanyakan pengawasan koperasi simpan pinjam dalam ranah OJK.

"Bagaimana dengan koperasi yang bergerak di luar simpan pinjam? Pengaturan harus sesuai dengan hukum koperasi yang terdapat dalam pasal 33 ayat (1) UUD 45,"katanya

Sementara, Prof. Dr. Isis Ikhwansyah menyoroti pengawasan terhadap koperasi dalam UU yang sangat lemah. Salah satu bentuk koperasi, yaitu Koperasi Simpan Pinjam, bukan digolongkan sebagai lembaga keuangan dengan KSP tidak dibawah pengawasan OJK. Secara sistem hukumnya ada di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM dan termasuk dalam kategori usaha bersama ekonomi kerakyatan.  

“Pengawasan koperasi diserahkan kepada anggota dan RAT menjadi sarana keterbukaan antara pengurus dan anggota. Dengan pemahaman  bahwa koperasi berbeda dengan lembaga keuangan seperti bank, maka tidak tepat jika pengawasan koperasi diserahkan kepada OJK,” jelasnya.

Hal lain yang menjadi atensi adalah adanya permasalahanpailit yang dialami oleh koperasi.  Sesuai dengan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, antara lain mengatur tentang penyelesaian hukum antara kreditor dengan debitor dalam hal jika ada sengketa, khususnya terkait kewajiban utang-piutang. Nampaknya banyak dari anggota koperasi yang tidak mengedepankan rasa memiliki terhadap koperasi masing-masing.

“Namun anggota koperasi yang seolah merasa sepertinasabah yang mempunyai rekening simpanan bank, karena itu saya mendorong agar ada pengawasan khusus dari adanyakoperasi ini,” katanya

Sementara Dr. Dewi Tenty, penggiat yang juga notaris mengingatkan banyaknya penyalahgunaan yang dilakukanoleh oknum yang memanfaatkan lembaga koperasi. Bentuknya sangat beragam, ada rentenir berkedok KSP, Bank Gelap berkedok KSP, Fintech berkedok KSP, Koperasi sebagai cangkang, dan pinjam meminjam lembaga koperasi untuk suatu kegiatan. 

Terkait dengan banyaknya jumlah koperasi membutuhkan pengawasan khusus guna memastikan tata kelola koperasi sebagaimana  tujuan awal yang diatur dalam UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian. 

“Sebagaimana disyaratkan dalam ILO, yakni koperasi adalah organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis dan mandiri,” jelas Dewi Tenty, yang juga menjadi Kepala Bidang Hubungan AntarLembaga, PBA. 

Dewi Tenty memberikan saran sebagaimana yang diamanatkandalam PP No 9/1995 tentang perkoperasian, bahwa pembinaan dan pengawasan KSP diakukan oleh Kementerian Koperasi. Dimana KSP wajib memberikan laporan secara berkala dan tahunan kepada Menteri Koperasi dan UMKM. 

“Idealnya pembinaan dan pengawasan adalah seiring dan sejalan apa yang dibina itu yang diawasi,” ujarnya

Adapun, Ketua Umum PBA, Dr. Ary Zulfikar, menyampaikan dalam waktu terakhir ini permasalahan yang dihadapi koperasi, antara lain salah tata kelola, gulung tikar atau Bahkan digugat pailit. 

“Kemudian ada praktek pseudo banking, yang melakukan praktik penghimpunan, investasi dan simpan pinjam, memanfaatkan tidak adanya pengawasan yang ketat dari otoritas,” jelasnya. 

Menurut pria yang akrab dipanggil Azoo ini permasalahan tersebut yang mendorong adanya seminar untuk mendiskusikan dan membuat evaluasi bersama agar koperasi di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

“Mudah-mudahan dari seminar ini bisa memberikan rekomendasi kepada pemegang kebijakan,” katanya

Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Dr. Idris, SH, MH menyambut baik adanya seminar tentang koperasi yang diselenggarakan PBA bekerjasama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, mengingat peran koperasi yang sangat penting bagi perekonomian, namun dalam implementasinya masih belum seperti yang diharapkan. 

“Kondisi koperasi seperti mati suri, antara ada dan tiada, nah tema seminar ini sangat menantang, mudah-mudahan dari diskusi  ini bisa memberikan rekomendasi dan masukan,untuk memperbaiki perkoperasian di Indonesia,” pungkasnya