Temui Kemendikbudristek, Forum Orangtua Sampaikan Kekhawatir Berubahnya Program Pendidikan di SBM ITB

Permasalahan yang terjadi di SBM ITB belum selesai. Walaupun perkuliahan sudah berjalan, akan tetapi kondisi status quo sebagaimana diatur dengan PERATURAN REKTOR NO 178B/2022 tidak sepenuhnya diterapkan, dan hanya berlaku sampai dengan Juni 2022. Itupun terbatas hanya pada ketentuan mengenai renumerasi dosen.

Apr 2, 2022 17:19 · 3 tahun lalu
 375
Temui Kemendikbudristek, Forum Orangtua Sampaikan Kekhawatir Berubahnya Program Pendidikan di SBM ITB
Forum Orang Tua Mahasiswa SBM ITB, yang diwakili oleh Ali Nurdin, Baginda Siahaan, Zainul Mufti, didampingi oleh Dr. Agung Wicaksono yang merupakan dosen praktisi di SBM ITB telah bertemu dengan Perwakilan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, pada Jumat (1/4/2022) di Gedung Kemendikbudristek.

INFOBAIK.ID I JAKARTA,-Forum Orang Tua Mahasiswa SBM ITB, yang diwakili oleh Ali Nurdin, Baginda Siahaan, Zainul Mufti, didampingi oleh Dr. Agung Wicaksono yang merupakan dosen praktisi di SBM ITB telah bertemu dengan Perwakilan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, pada Jumat (1/4/2022) di Gedung Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek diwakili oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi RI Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., IPU, Asean Eng. yang didampingi oleh Direktur Kelembagaan Dikti Dr. Lukman, S.T., M.Hum. dan Plt. Direktur BelMawa Dikti Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc

Dalam pertemuan tersebut, Ali Nurdin menyampaikan bahwa permasalahan yang terjadi di SBM ITB belum selesai. Walaupun perkuliahan sudah berjalan, akan tetapi kondisi status quo sebagaimana diatur dengan PERATURAN REKTOR NO 178B/2022 tidak sepenuhnya diterapkan, dan hanya berlaku sampai dengan Juni 2022. Itupun terbatas hanya pada ketentuan mengenai renumerasi dosen.

Sementara masalah kekhawatiran orangtua terkait berubahnya kualitas pendidikan di SBM ITB belum terpecahkan. Hal itu terjadi karena postur pembiayaan pendidikan di SBM ITB sama dengan postur anggaran unifikasi, padahal keberadaan SBM ITB berbeda dengan F/S lainnya. 

Seperti alokasi biaya Alokasi Dana Operasional (ADO) pemeliharaan yang diharuskan oleh rektorat ITB sebesar 25%, padahal kebutuhan SBM ITB hanya 3,7% (standard AACSB 3.39%). Sisa alokasi anggarannya tidak bisa dipakai dalam operasional lainnya di SBM ITB.

Sedangkan untuk ADO Pendidikan alokasi anggarannya yang ditentukan Rektorat ITB hanya 32%, padahal kebutuhan SBM ITB 37%. "Dampaknya beberapa program kegiatan menjadi hilang atau berkurang. Seperti misalnya anggaran Program International Visiting Lecturer turun sehingga terjadi penurunan visiting professor dari 6 orang long-visit masing-masing selama 4 bulan menjadi 4 orang, 11 orang short-visit turun menjadi 3 orang," kata Ali, Sabtu (2/4/2022).

Program lainnya, mahasiswa S1 kelas International harusnya mendapat program pengembangan soft skill berupa dua pelatihan atau mentoring sebelum berangkat ke luar negeri. Program tersebut didapatkan mahasiswa S1 kelas International angkatqn masuk 2019. Sementara, mahasiswa angkatan masuk 2020 dan 2021 tidak mendapatkan program pengembangan tersebut karena tidak ada anggarannya. 

Program Ekskursi ke masyarakat dalam bentuk menginap beberapa hari untuk mengenal dan berinteraksi dengan kehidupan masyarakat secara langsung menjadi hilang tidak bisa direalisasikan karena tidak ada anggarannya. 

Program mentoring oleh para pelaku bisnis di tahun 2021 bisa terlaksana dengan menghadirkan 60 orang mentor, namun di tahun 2022 ini tidak bisa dilaksanakan karena anggaran tidak tersedia.

Pelaksanaan seminar series - entrepreneurial track, pada tahun 2021 terlaksana 23 kali, sedangkan tahun 2022 ada pengurangan anggaran sehingga hanya bisa untuk 6 kali kegiatan. Program ini dilakukan SBM ITB dalam rangka penyebarluasan pola pikir wirausaha bagi mahasiswa (termasuk untuk mahasiswa F/S ITB di luar SBM dan mahasiswa luar ITB). Dan ada beberapa program yang tidak bisa terlaksana atau berkurang, karena tidak ada/berkurang anggarannya.

Selanjutnya Ali nenyampaikan bahwa Tim Transisi yang dibentuk Rektor tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena hanya melibatkan tim Rektorat dan SBM ITB dalam kedudukan yang tidak sejajar serta tidak ada pihak yang netral. Dengan demikian, hasilnya dikhawatirkan hanya searah da tidak menyelesaikan permasalahan mutu pendidikan yang terjadi di SBM ITB. Padahal tim ini penting untuk menghasilkan kebijakan yang tetap menjaga mutu pendidikan di SBM ITB.

Alasan berikutnya menurut Ali, tim tersebut bukan dibentuk oleh MWA sehingga tidak melibatkan pihak MWA, SENAT Akademik, dan perwakilan Orang tua selaku bagian dari stakeholder. 

Oleh karena itu, Ali menuntut agar Menteri Pendidikan dapat melaksanakan fungsinya untuk terlibat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di SBM ITB, dimana Menteri Pendidikan adalah ex-officio Anggota MWA ITB.

Sebagai Anggota MWA ITB, Mendikbudristek dapat meminta MWA ITB melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk menyelesaikan permasalahan di ITB dengan cara membentuk Tim Penyelesaian Masalah atau Satgas dengan masa kerja 1 bulan, yang terdiri dari pihak MWA, yang diwakili oleh unsur Alumni, unsur Masyarakat, unsur pengusaha dan unsur Senat, pihak rektorat, pihak SBM ITB dan pihak orang tua.

Mendikbudristek dapat meminta MWA ITB untuk memberlakukan status quo agar proses pendidikan di SBM ITB seperti sediakala sehingga tidak mengurangi mutu pendidikan, tidak hanya sekedar masalah renumerasi dosen.

Ali meminta agar pihak Kemendikbudristek dapat menyelesaikan permasalahan di SBM ITB dalam waktu 1 bulan sampai dengan akhir April 2022. "Apabila permasalahan tetap berlanjut yang berdampak pada berkurangnya mutu pendidikan, maka Forum Orang Tua akan meminta peran negara melalui pengadilan negeri untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga Mendikbud, MWA, REKTORAT, SBM ITB dan Forum Orang Tua bisa berada dalam 1 meja perundingan, dan membahas permasalahan secara terbuka, dialogis, argumentatif, dapat dilihat publik sehingga hasil putusan hakim mengenai penyelesaian masalah di SBM akan bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan," ucap Ali.

Lebih lanjut, Agung Wicaksono sebagai bagian dari dosen praktisi di SBM ITB menyampaikan bahwa praktisi mengajar di kampus adalah bentuk pemenuhan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Para profesional ini mengajar berdasarkan pengalaman praktis, yang merupakan sebuah kebutuhan bagi mahasiswa di bidang manajemen dan bisnis. Namun, kebijakan Rektorat ITB akhir-akhir ini malah mengarah kepada pembatasan hal tersebut. Contohnya dosen yang mengajar MBA, yang dianggap sebagai program S2 misalkan, harus bergelar S3 dan tidak boleh S2, padahal pengalaman yang lebih diperlukan. Keterlibatan para mentor bisnis dalam program Sarjana Kewirausahaan yang merupakan para entrepreneur praktisi bisnis tidak diakomodir dalam mata anggaran ITB sehingga menghambat operasional pembelajaran. 

Agung yang memiliki latar belakang keilmuan corporate governance (tatakelola perusahaan) menyampaikan bahwa permasalahan yang dihadapi SBM ITB adalah persoalan tatakelola. Dalam prinsip good governance, perspektif para stakeholders termasuk orang tua, dunia usaha, dan masyarakat luas, termasuk alumni harus menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Oleh karenanya, MWA sebagai representasi peran stakeholders di ITB perlu melibatkan para pemangku kepentingan tersebut.

Menanggapi tuntutan Forum Orang Tua Mahasiswa SBM tersebut, Dirjen Dikti Prof Nizam menyampaikan bahwa Kemendikbudristek sejak awal bulan Oktober 2021 memperhatikan dan mengikuti permasalahan yang terjadi di SBM ITB, dan telah meminta pihak ITB dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di SBM ITB.

Prof Nizam menyatakan bahwa tuntutan dari orang tua akan diperhatikan sehingga mutu pendidikan di SBM ITB tidak berkurang. Dalam waktu dekat akan dilakukan rapat MWA agar sebelum Idul Fitri 2022 permasalahan yang ada SBM ITB segera selesai.