Terungkap Awal Mula Orang Indonesia Ketergantungan Makan Nasi

Masyarakat Indonesia seringkali menganggap dirinya belum kenyang apabila belum makan nasi.

Feb 25, 2024 16:00 · 8 bulan lalu
 27
Terungkap Awal Mula Orang Indonesia Ketergantungan Makan Nasi
Terungkap Awal Mula Orang Indonesia Ketergantungan Makan Nasi /Nakita.id

INFOBAIK I BANDUNG,-"Belum makan kalau belum makan nasi". Ungkapan ini sudah tak asing bagi orang Indonesia.

Masyarakat Indonesia seringkali menganggap dirinya belum kenyang apabila belum makan nasi. Sekalipun lahap menyantap banyak sayuran dan daging, tetap saja bakal merasa lapar sebab belum menelan nasi.

Anggapan ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa masyarakat Indonesia bergantung besar terhadap nasi dan beras. Dalam situasi naiknya harga beras seperti sekarang, tetap saja masyarakat bakal membelinya karena sudah punya ketergantungan.

Lantas, sejak kapan ini berlangsung?

Kepada CNBC Indonesia (23/2/2024), sejarawan Fadly Rahman menyebut ketergantungan ini sudah berlangsung sejak zaman kuno, tepatnya sebelum abad ke-10 Masehi.

"Masyarakat Jawa Kuno sudah banyak mengonsumsi beras. Ini bisa dibuktikan pada naskah-naskah kuno dan relief-relief candi. Mereka sudah mulai membudidayakan padi," ungkapnya.

Konsumsi padi tak hanya pada masyarakat umum atau rakyat jelata saja, tetapi juga para raja. Hanya saja pembedanya terletak pada varietas beras yang ditanam. Meski begitu, di masa kuno juga terdapat keberagaman pangan lain, tak hanya beras, yang juga dikonsumsi.

"Selain makan nasi, penduduk juga membudidayakan dan mengonsumsi ubi, singkong, sagu, dan jawa wood yang kini disebut sorgum. Konon, kata 'jawa' juga berasal dari 'jawa wood' nama lain sorgum," kata sejarawan ahli kuliner tersebut.

Keberadaan varietas pangan tersebut biasanya menyesuaikan dengan lokasi. Sebut saja di Indonesia Timur yang lazim mengonsumsi sagu. Atau beberapa daerah di Jawa yang juga menyantap ubi atau singkong. Intinya, varietas pangan selain beras ini juga rutin dikonsumsi masyarakat kuno dan belum ada hegemoni atau dominasi beras.

Dominasi beras baru terlaksana sejak periode kolonialisme dimulai di Indonesia. Kata Fadly, pemerintah kolonial mendorong terjadinya pergeseran produksi pangan. Selama periode kolonialisme, pemerintah kolonial aktif melakukan ekstensifikasi beras di seluruh wilayah untuk kepentingan sendiri ihwal kebutuhan tenaga kerja pribumi.

"Pemerintah pada dasarnya melihat komoditas yang dibutuhkan. Saat itu, mereka melakukan ekstensifikasi beras karena nasi adalah konsumsi masyarakat umum, khususnya para pekerja dan kuli yang bekerja untuk pemerintah," ujarnya.

Semua ini lantas mencapai puncaknya sepanjang abad ke-19. Berbagai kebijakan seperti preangerstelsel, culturstelsel (tanam paksa) hingga kebijakan liberalisasi 1870 membuat ragam pangan lokal mulai terpinggirkan. Semuanya perlahan tergantikan oleh beras.

Perjalanan panjang itulah yang membuat masyarakat ketergantungan terhadap beras dan nasi. Di masa Soekarno pernah ada upaya membuat diversifikasi atau keberagaman pangan. Soekarno ingin masyarakat Indonesia tak hanya mengonsumsi nasi, tetapi juga panganan lain seperti sagu atau jagung sesuai wilayah masing-masing.

Hanya saja kebijakan itu berubah ketika Soeharto berkuasa. Lewat program revolusi hijau, tutur Fadly, Soeharto melakukan penyeragaman pangan masyarakat menjadi seluruhnya mengonsumsi beras.