Atalia Jadi Figur Favorit Cawalkot Bandung di Kalangan Gen Z dan Y

Aug 30, 2023 10:30 · 1 tahun lalu
 62
Atalia Jadi Figur Favorit Cawalkot Bandung di Kalangan Gen Z dan Y
Atalia Praratya Kamil

 

INFOBAIK.ID I BANDUNG, - Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) merilis figur favorit calon Wali Kota Bandung, untuk Pilkada 2024 di kalangan Generasi Z dan Y.

Survei yang dilakukan pada 17-27 Juli 2023 menunjukkan Atalia Praratya menjadi sosok paling didambakan Gen Y dan Z, untuk memimpin Kota Bandung di masa depan. 

Direktur Eksekutif IPRC Firman Manan mengatakan, survei yang menyasar Gen Z dan Y tak lain karena memiliki peran elektoral cukup tinggi, karena jumlah pemilihnya yang mencapai 60 persen.

"Generasi muda ini cenderung aktif dalam model partisipasi non elektoral, isu-isu tunggal, isu-isu konkret dan efektivitas aktivitas. Generasi muda juga menggunakan media baru sebagai kanal aktivitas politik," ujar Firman kepada wartawan belum lama ini

Manajer Riset IPRC Indra Purnama menambahkan, survei yang menyasar rentang usia 17-42 tahun di 30 kecamatan Kota Bandung, dengan 880 responden menunjukkan elektabilitas Atalia paling tinggi yakni mencapai 25,2 persen di simulasi terbuka. Sedangkan pada simulasi tertutup, angkanya melonjak hingga 36,5 persen. Mengungguli nama-nama lain seperti M Farhan, Raffi Ahmad, Budi Dalton dan Nurul Arifin.
"Kalau simulasi terbuka, Atalia 25,2 persen, M Farhan 9 persen, Raffi Ahmad 3,6 persen, Budi Dalton 3,4 persen, Nurul Arifin 3 persen. Sedangkan di simulasi tertutup Atalia 36,5 persen, Farhan 12 persen, Budi Dalton 7,2 persen, Raffi Ahmad 6,4 persen, Nurul 4,3 persen. Semua kecamatan itu dari survei kami dikuasai Atalia," paparnya.

Firman menjelaskan, situasi tersebut karena Gen Z dan Y merasa ada kerinduan terhadap program Ridwan Kamil kala menjadi Wali Kota Bandung pada 2013-2018, yang diharapkan dapat dilanjutkan ketika Atalia memimpin.

"Pillwalkot Bandung 2024 itu konteks pilihan hari ini petanya tak ada sosok petahana, yang mengakibatkan muncul figur alternatif. Salah satunya figur yang berasosiasi. Nama Atalia masih diasosiasikan oleh sosok Ridwan Kamil yang merupakan mantan wali kota Bandung sekaligus suami dari Atalia. Apalagi, kriteria anak muda itu melihatnya pada sebuah ikatan yang kemudian muncul nama Atalia dari asosiasi RK," terangnya.

Senada dengan Firman, Kepala Pusat Studi Politik dan Demokrasi Fisip Universitas Padjadjaran Ari Ganjar Herdiansyah menuturkan, selain faktor Emil. Ketertarikan Gen Y dan Z pada sosok Atalia, lantaran saat ini tidak ada figur menjanjikan yang menonjol di Kota Bandung.

"Munculnya Atalia tidak lepas dari Ridwan Kamil yang popularitas di media sosial cukup tinggi. Sebab akses Gen Z dan Y informasinya mayoritas dari media sosial. Kita melihat ada korelasi dengan kerinduan sosok Ridwan Kamil, karena publik Bandung sangat merindukan sosok yang bisa meneruskan terobosan dari Kang Emil. Selain itu, figur lain memang belum ada yang muncul, bisa mendapat atensi dan kepercayaan publik," terangnya.

Meski diakuinya selama menjadi Wali Kota Bandung di 2013-2018 bila ditilik lebih jauh. Emil sejatinya tidak banyak menuntaskan persoalan-persoalan sosial yang ada di Kota Bandung.

"Sebetulnya kalau mau lebih kritis lagi, Kang Emil sebetulnya belum menuntaskan masalah. Baru sekedar tahap awal. Baru gimmick," ungkapnya.

Maka dari itu sambung Ari, siapapun yang ingin bertarung dalam Pilkada Kota Bandung di 2024 kelak, harus memiliki gagasan menuntaskan persoalan seperti kemacetan, kriminalitas, polusi, air bersih dan lain-lain.

"Sosok ke depan harus bisa mengimplementasikan, bukan hanya gimmick tapi betul-betul riil mengatasi permasalahan. Bukan hanya sekedar slogan politik. Itu akan mengubah konstelasi hari ini. Sebab pemilih muda cenderung kritis terhadap persoalan yang memang ini ditangkap oleh mereka," jelasnya.

Rawan Politik Uang

Selain itu di Gen Z dan Y sambung Ari, berdasarkan hasil survei juga menunjukkan rawan politik uang. Situasi ini dinilainya cukup miris dan mengkhawatirkan, karena mereka yang menjadi pemilih mayoritas nyatanya terbuka akan politik uang dan kurang memedulikan gagasan.

"Ketika sekarang 60 persen pemilih muda ada harapan bahwa proses politik digiring ke arah yang rasional, karena mereka ini kritis. Ternyata tidak. Keterkaitan dengan ekonomi, menjadi celah. Cenderung pragmatis. Ini jadi tantangan politik, bagaimana ini akan melanggengkan politik transaksional. Karakteristik ini enggak peduli dengan masalah yang terjadi di sekitarnya," ujarnya.

Ini pun terbukti di survei yang dilakukan IPRC kata Indra, dimana ada 50 persen responden akan menerima politik uang di Pilkada 2024. Kendati diakuinya responden tidak menjamin bakal memilih figur yang mengunakan politik uang.

"50 persen responden ini mengatakan wajar soal politik uang saat Pemilu. Tapi soal efektif atau tidak, ternyata tidak karena mereka akan menerima (uang, barang atau hadiah), namun tak akan memilih. Sebab, calon yang akan dipilih itu sesuai keinginan mereka saja yang persentasenya sebanyak 81 persen," tandasnya.