Sejarah Hari Raya Idul Fitri, Kapan Pertama Kali Dirayakan?

Idul Fitri adalah hari raya penting dalam agama Islam yang menandai kembalinya manusia kepada fitrah kesuciannya.

Apr 11, 2024 12:00 · 6 bulan lalu
 56
Sejarah Hari Raya Idul Fitri, Kapan Pertama Kali Dirayakan?
Sejarah Hari Raya Idul Fitri, Kapan Pertama Kali Dirayakan?

INFOBAIK I BANDUNG,- Idul Fitri adalah hari raya penting dalam agama Islam yang menandai kembalinya manusia kepada fitrah kesuciannya.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari buku "Islam yang Santun dan Ramah, Toleran dan Menyejukkan" karya Dr. Zaprul Khan, Idul Fitri merupakan momen di mana umat Islam merayakan kecenderungan primordial mereka untuk senantiasa melakukan kebajikan.

Namun, mungkin pertanyaan yang muncul adalah kapan Idul Fitri pertama kali dirayakan? Sejarah mencatat bahwa Idul Fitri pertama kali dirayakan pada tahun 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah, bersamaan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin. Peristiwa ini menandai awal dari tradisi perayaan Idul Fitri yang kita kenal saat ini.

Sebelum Islam tiba, masyarakat jahiliyah Arab telah memiliki tradisi perayaan, termasuk dua hari raya, yaitu Nairuz dan Mahrajan. Dalam buku "Islam yang Santun dan Ramah, Toleran dan Menyejukkan" karya Dr. Zaprul Khan, dijelaskan bahwa tradisi perayaan tersebut tidak selalu bermanfaat dan kadang-kadang melibatkan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Namun, setelah Islam datang, Rasulullah SAW menggantikan tradisi tersebut dengan perayaan yang lebih baik dan bermanfaat, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sejarah mencatat bahwa dalam zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki sedikit pemahaman tentang pentingnya kebaikan dan kemaslahatan, tetapi dengan kedatangan Islam, tradisi perayaan tersebut menjadi lebih terarah pada nilai-nilai kebajikan dan ketakwaan.

Kapan Idul Fitri pertama kali dirayakan menjadi pertanyaan yang menarik bagi umat Islam, karena peristiwa tersebut memiliki akar yang dalam dalam sejarah agama. Dalam penelusuran tersebut, ditemukan bahwa Idul Fitri pertama kali dirayakan pada tahun 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah.

Pada saat itu, perayaan Idul Fitri diperingati bersamaan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin. Perang tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, di mana jumlah pasukan umat Muslim jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kaum kafir. Namun, dengan pertolongan Allah, kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran tersebut, dan sebagai ganjaran, Allah memberikan perayaan yang sangat indah yakni Idul Fitri.

Sebelum Islam tiba, masyarakat jahiliyah Arab telah memiliki dua hari raya, yaitu hari raya Nairuz dan Mahrajan. Kedua perayaan tersebut dirayakan dengan pesta pora yang tidak bermanfaat, dengan minuman memabukkan, tarian, dan adu ketangkasan. Hal ini dijelaskan dalam buku "Dakwah Cerdas" oleh Dra. Udji Asiyah, M.Si. Rasulullah SAW kemudian menggantikan kedua perayaan tersebut dengan Idul Fitri dan Idul Adha, hari raya yang lebih baik dan bermanfaat bagi umat Muslim.

Dalam sejarah Islam, Idul Fitri memiliki kaitan yang erat dengan peristiwa-peristiwa penting. Perang Badar al Kubra, misalnya, terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Perang ini menandai kemenangan penting bagi umat Muslim dan menjadi momen awal dari perayaan Idul Fitri.

Selain itu, turunnya Al-Quran atau Nuzulul Quran juga terjadi pada bulan Ramadhan. Al-Quran merupakan mukjizat terbesar umat Muslim dan menjadi pusaka yang amat penting. Tak heran jika Ramadhan disebut sebagai Bulan Al-Quran. Penaklukan kota Makkah atau Fathu Makkah juga menjadi peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 10 Ramadhan 8 Hijriah, menambah pentingnya bulan Ramadhan dalam sejarah Islam.

Idul Fitri tidak hanya menjadi momen perayaan bagi umat Islam, tetapi juga mengandung makna sejarah yang dalam. Perayaan tersebut mengingatkan umat Muslim akan kemenangan-kemenangan besar yang telah diraih dalam sejarah Islam, serta mengajak untuk merenungkan pesan-pesan kebaikan dan kemaslahatan yang terkandung dalam ajaran agama.

Sejarah Idul Fitri pertama kali dirayakan menjadi landasan yang kokoh bagi perayaan tersebut, sementara peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan menambah makna dan keistimewaan pada bulan suci tersebut.

Pengamatan dan penentuan 1 Syawal di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode hisab dan rukyat, dikutip dari buku berjudul "Peranan Hisab Rukyah dan Azimut Kiblat" oleh Tgk. T. Mahmud Ahmad, S.Ag. Metode hisab melibatkan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan awal bulan pada kalender Hijriah.

Metode Hisab

Dalam Islam, hisab sering digunakan dalam ilmu falak atau astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari penting karena menjadi patokan dalam menentukan waktu sholat, sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriah.

Contoh praktik penggunaan metode hisab adalah ketika umat Islam di Indonesia menggunakan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan awal Ramadhan saat berpuasa, awal Syawal (Idul Fitri), serta awal Dzulhijah (Idul Adha). Misalnya, para ahli falak melakukan perhitungan terhadap pergerakan bulan dan matahari untuk menentukan momen awal bulan Syawal, yang menandai akhir dari bulan puasa Ramadhan.

Metode Rukyat

Sedangkan metode rukyat melibatkan aktivitas mengamati visibilitas hilal atau penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya itjimak. Rukyat bisa dilakukan dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu seperti teleskop. Aktivitas rukyat dilakukan pertama kali setelah itjimak, di mana posisi bulan berada di ufuk barat dan terbenam sesaat setelah matahari terbenam. Jika hilal terlihat, maka pada waktu magrib waktu setempat telah memasuki tanggal satu.

Contoh praktik penggunaan metode rukyat adalah ketika individu atau kelompok melakukan pengamatan langsung terhadap langit pada waktu tertentu untuk mencari tanda-tanda kehadiran hilal. Misalnya, sekelompok orang berkumpul di lokasi tertentu pada malam tertentu setelah matahari terbenam, mengamati langit dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu seperti teleskop untuk mencari tanda-tanda hilal.

Di Indonesia, Kementerian Agama RI biasanya mengadakan sidang Isbat terlebih dahulu untuk menetapkan penentuan kapan masuk 1 Syawal. Sidang Isbat ini melibatkan para ahli falak, ulama, dan pejabat agama untuk memastikan penetapan awal bulan Syawal sesuai dengan metode hisab dan rukyat yang telah ditetapkan secara resmi.

Misalnya, para ahli falak memberikan laporan hasil perhitungan hisab mereka, sementara para ulama dan pejabat agama melakukan pengecekan terhadap hasil rukyat yang dilakukan secara langsung. Setelah mempertimbangkan berbagai faktor dan bukti yang ada, sidang Isbat akan menetapkan tanggal awal bulan Syawal, yang kemudian diumumkan kepada masyarakat.