Indonesia Butuh Sumber Listrik Rendah Karbon
INFOBAIK.ID I BANDUNG,- Kebijakan Pemerintah Indonesia ke perusahaan pertambangan untuk membangun fasilitas peleburan (smelter) sebagai bagian dari operasi penambangan terintegrasi kian ditegaskan.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia ( Perhapi), Rizal Kasli mengatakan kebijakan tersebut diyakini dapat membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik global.
Visi ini bukan tanpa dasar, mengingat bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel
terbesar kedua di dunia, dengan total 22%
dari cadangan nikel global.
Pengembangan smelter nikel, sebagai
bagian dari kebijakan hilirisasi logam
Indonesia, sangat penting untuk
memastikan realisasi tujuan Indonesia
menjadi produsen nikel global. Namun,
salah satu aspek yang sering diabaikan
oleh pelaku bisnis adalah ketersediaan
sumber energi listrik yang terjangkau dan
berasal dari sumber rendah karbon.
" Ketersediaan dan biaya listrik adalah
elemen infrastruktur penting untuk
smelter. Sekitar sepertiga dari biaya
pemrosesan logam, listrik biasanya
merupakan komponen tunggal terbesar
dari biaya operasional dalam operasi
peleburan. Biaya aktual akan bervariasi,
berkisar antara 15% hingga 60% dari
total biaya operasi peleburan, tergantung
pada jenislogam, jenis tungku, proses
yang digunakan, dan sumber listrik,"
jelas Rizal dalam keterangan resminya, Jumat (6/10/2023)
Memastikan akses terhadap listrik yang
berasal dari sumber karbon rendah sangat penting untuk keberlanjutan operasi smelter. Ini tidak hanya berkontribusi untuk mengurangi biaya operasional tetapi juga selaras dengan tujuan keberlanjutan global.
Komitmen menyediakan listrik dengan
karbon lebih rendah salah satunya telah
dilakukan PT. Vale Indonesia Tbk ( PT
Vale) dengan mengoperasikan tiga
pabrik hydro, yakni PLTA Larona,
Balambano, dan Karebbe, dengan
kapasitas gabungan 365 Megawatt
(MW).
CEO PT. Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan pengoperasian fasilitas ini secara signifikan mengurangi emisi GRK sebesar lebih dari 1 jutaton CO2EQ per tahun dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar batubara.
Selain itu, PT. Vale Berkolaborasi
dengan Zheijiang Huayou, menerapkan
teknologi HPAL yang diimplementasikan
di Blok Pomalaa dan Blok Sorowako,
berkontribusi pada upayapengurangan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dia menambahkan teknologi ramah lingkungan dan adopsi sumber energi yang bukan berasal dari batubara akan semakin meminimalkan emisidi fasilitas smelter yang dimiliki.
“Sejalan dengan target lingkungan, kami menargetkan pengurangan 33% dalam Emisi Lingkup 1 dan 2 pada tahun 2030 dan Net Zero Emission (NZE) ada tahun 2050. Kami berkomitmen untuk menggunakan sumber energi alternatif rendah karbon untuk semua kebutuhan energi pembangkit nikel yang baru. Meskipun pilihan ini lebih mahal,
pengabdian kami yang tak tergoyahkan
mendorong kami menuju realisasi NZE. ” pumgkasnya